Liputan

Berwisata Dengan KRL Jabodetabek

an blogger anggota #TdB berselfie-ria dengan kartu multitrip yang dibagikan secara gratis (fok dok Lita Chan Lai)
Sebagian blogger anggota #TdB berselfie-ria dengan kartu multitrip yang dibagikan secara gratis (fok dok Lita Chan Lai)
Ditulis oleh Bu Guru Siti

Dahulu jika kita dari rumah dan mau pergi ke mana-mana misalnya ke Jakarta, bahkan keluar wilayah Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, sangat terasa jauh. Apa lagi perjalanan lewat tol memakai kendaraan bis. Belum lagi kalau kondisi lalulintas tol macet, jarak daerah yang akan ditempuh semestinya hanya sekitar 60 kilometer terasa 100 kilometer.

Dengan adanya Kereta Listrik (KRL) Jabodetabek yang sekarang disebut Commuter Line, daerah Jabodetabek ini terasa dekat. Biayanyapun terbilang murah, tidak terkena macet.

Itulah yang kami alami dari komunitas para blogger #TDB (Tau Dari Blogger) yang diketuai olehd Mas Muhammad Sobari, dan komunitas Jakarta By Train (JBT) bersama-sama meramaikan acara “Blogger Wisata KRL” belum lama ini.

Melalui Mas Sobari inilah, kami diundang oleh PT KCJ (KAI Commuter Jabodetabek) untuk berkeliling naik kereta, memakai Kartu Multi Trip (KMT) yang berlogo spesial TDB (Tau Dari Blogger). Wah…keren deh. KMT ini dibagikan secara gratis dari PT KCJ untuk para blogger yang berjumlah kurang lebih sekitar 30 orang. Wah…rasanya senangnya sekali, ramai-ramai naik kereta.

Naik dari stasiun Manggarai, menuju stasiun Gondangdia Jakarta. Acaranya sangat mengasyikkan, karena disamping naik kereta api ramai-ramai secara gratis, juga kita kopdar alias kopi darat sesama blogger.

SUASANA SEKITAR STASIUN DAN DI ATAS KERETA

Sebelum naik kendaraan yang berbasis rel ini, kami mengamati sekitar stasiun. Seperti misalnya di loket masih terjadi antrian tapi cukup lumayan tertib. Begitupun dengan kebersihannya, lumayan bersih baik di sekitar stasiun maupun di atas kereta.

Dari sisi keamanan cukup lumayan baik dan aman, karena hampir di setiap sudut dan hampir di setiap tempat, selalu ada keamanan yang membuat kita merasa aman dan nyaman.

Di setiap sudut stasiun ada tong sampah yang besar-besar, sehingga memudahkan orang untuk membuang sampah. Begitupun di atas kereta, tak henti-hentinya petugas kebersihan membersihkan sehingga membuat kita nyaman berada di atas kereta.

Hanya saja di stasiun Gondangdia, kami sempat ditegur oleh keamanan stasiun. Ini dikarenakan kami para rombongan blogger dianggap menghalangi orang yang akan turun maupun yang akan naik kereta.

Kami ditegur, mungkin karena rombongan blogger ini berhenti sambil mengamati sekitar stasiun. Dan bukan hanya mengamati tapi sekaligus mengambil gambar, lalu diberikan pengarahan tentang rute perjalanan sebagai Blogger Wisata KRL. Hal inilah yang membuat petugas keamanan menegur kami.

Sepanjang perjalanan ini, kami diarahkan oleh Mas Anggara dari Hukum Online. Beliau tak henti-hentinya memberikan keterangan tentang apa saja yang kami tanyakan.

Perjalanan kereta dari Stasiun Manggarai, lalu melintasi Stasiun Cikini hingga akhirnya kami tiba di Stasiun Gondangdia. Rombongan pun turun dan dilanjutkan berjalan kaki ke Tugu Pahlawan yang dikenal pula sebagai Tugu Tani, selanjutnya melewati jembatan Kwitang.

Di sepanjang daerah Kwitang ini, kami mengamati sambil berjalan menuju Patung Tugu Tani. Di sinilah kami beristirahat sebentar sambil mendengarkan mas Anggara bercerita tentang sejarah berdirinya PatungTugu Tani ini.

Suasana penumpang di atas kereta KRL Commuterline Jabodetabek (foto dok Nur Terbit)

Suasana penumpang di atas kereta KRL Commuterline Jabodetabek (foto dok Nur Terbit)

SEJARAH PATUNG PAHLAWAN TUGU TANI

Patung Tugu Tani yang terletak di persimpangan Menteng Raya, Jakarta Pusat itu, konon katanya menggambarkan seorang pria bercaping dan seorang ibu. Ceritanya kedua sosok patung tersebut melepas anaknya untuk pergi berjuang ke medan perang membela tanah airnya.

Patung ini terbuat dari perunggu, yang dibuat oleh pematung terkenal dari negara Rusia. Patung ini terinspirasi dari cerita perjuangan rakyat Jawa Barat.

Di Jawa Barat, ada seorang ibu yang merelakan anaknya berjuang untuk membela tanah airnya. Di mana sang ibu ini hanya bisa membekali anaknya dengan makanan ala kadarnya. Serta tentu saja membekali anaknya dengan harapan.

Patung Tugu Tani ini diresmikan oleh Presiden Soekarno sekitar tahun 1962. Di bawah patung ini terdapat tulisan yang sangat inspiratif dan penuh dengan motivasi. Menempel di plakat yang berbunyi “Hanya Bangsa Yang Menghargai Pahlawannya Yang Dapat Menjadi Bangsa Yang Besar”. Kalimat yang sangat sederhana tapi maknanya sangat luas.

SEJARAH JEMBATAN KWITANG DAN NYAI DASIMA

Seperti telah diceritakan dari awal tulisan ini yakni kami beranjak dari Stasiun Gondangdia, lalu berjalan kaki melewati jembatan Kwitang. Dari jembatan ini ternyata ada sejarahnya. Yaitu sejarah Nyai Dasima, yang sekilas sudah diceritakan di atas, sebuah legenda Betawi yang cerita selengkapnya bisa dibaca di www.indoCropCircles.com

Cerita ini sudah hampir semua orang tahu, khususnya orang-orang yang sejak dulu sudah berdomisili di Jakarta. Konon, pada jaman dulu pemerintahan Inggris, ada seorang gadis desa yang berasal dari Bogor yang bernama Dasima. Dasima ini jadi istri simpanan orang Inggris yang bernama Edward William. Edward William ini adalah kepercayaan Thomas Stamford Raffles pada zaman pemerintahan Hindia-Belanda.

Semenjak Dasima jadi istri simpanan Edward William, Dasima hidupnya bercukupan, lalu hijerah ke Batavia. Karena kecantikan dan kekayaannya, maka Dasima jadi terkenal. Statusnya meningkat jadi Nyai Dasima. Nyai Dasima hampir setiap saat naik bendi, kendaraan yang sudah cukup mewah saat itu, melewati tempat lokasi yang sekarang ini sudah berdiri patung Tugu Tani.

Samiun adalah tukang sado yang sudah mempunyai seorang istri, jatuh cinta kepada Nyai Dasima. Karena ketidak mampuan Samiun untuk mendapatkan Nyai Dasima, maka Samiun meminta dukun Mak Buyung dibuatkan jampi-jampi agar Nyai Dasima menerima cintanya.

Akhirnya Nyai Dasima menerima cinta Samiun si tukang sado tersebut. Nyai Dasima akhirnya memilih kabur dari kehidupan Edward William yang dianggapnya sudah tua bangka dan tidak ada apa-apanya kecuali hartanya. Mereka berdua menikah, namun belakangan Nyai Dasima juga disia-siakan. Ternyata Samiun hanya menginginkan harta Nyai Dasima yang didapatkan dari suaminya Edward William.

Akhirnya terjadilah kejadian mengerikan dan tragis. Samiun menyewa tenaga bayaran untuk menghabiskan nyawa Nyai Dasima, dan mengambil hartanya. Akhirnya Nyai Dasima meninggal akibat gorokan golok di lehernya dari tenaga bayaran suaminya sendiri.

Nah..setelah mendengarkan cerita ini, kami pun melanjutkan perjalanan selanjutnya.

Akhirnya kami melanjutkan perjalan sambil jalan kaki menuju Museum Kebangkitan Nasional. Museum ini terletak di jalan Abdul Rachman Saleh No. 26 Pasar Senen Jakarta Pusat.

Di museum ini, kami menyaksikan film sejarah berdirinya museum tersebut. Setelah menonton sejarah berdirinya museum ini, kami para blogger berkeliling dan berfoto ria di sekitar tempat ini. Emang mengasyikkan wisata ini.

Dari Museum Kebangkitan Nasional lanjut lagi berjalan kaki ke arah Pasar Senen. Di sini kemudian kami beristirahat sebentar sambil menikmati es krim Baltic.

Terakhir perjalanan ke gedung Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta di jalan Kramat Raya. Di sinilah kami para blogger istirahat sekaligus rehat makan siang.

Perjalanan yang sungguh mengasyikkan, hanya saja Blogger Wisata KRL ini terbilang terlalu banyak jalan kakinya. Dan akhirnya terkesan wisata jalan kaki. Alangkah bagusnya, seandainya wisata ini, para blogger berkeliling antarstasiun sambil mengamati setiap stasiun.

Sekalipun demikian secara umum saya pribadi merasa puas. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada PT KCJ yang telah mengundang dan memberikan Kartu Multi Trip (KMT) berlogo spesial TDB. Kami juga berterima kasih kepada Museum Kebangkitan Nasional yang telah memberikan souvenir sebatang pena.

Tak lupa juga kami ucapkan kepada PMI DKI Jakarta yang telah menyuguhkan santap siang. Dari PT Aica Indria juga menitipkan bingkisan goodibagnya. Bingkisan berupa lem FOX ini, mungkin dimaksudkan agar para blogger bisa setiap saat selalu “melekat” dan mempererat silaturrohim dengan Aica Indria melalui lem Fox-nya.

Di atas kereta KRL Commuterline Jabodetabek (foto dok Nur Terbit)

Di atas kereta KRL Commuterline Jabodetabek (foto dok Nur Terbit)

Tentang Penulis

Bu Guru Siti

Seorang ibu, juga seorang guru yang berusaha semaksimal mungkin mendedikasikan diri untuk mendidik putera-puteri Indonesia sepenuh hati dan menjaga sepenuh jiwa.

2 Komentar

Tinggalkan Balasan ke Bu Guru Siti X