Pengalaman

Masa Kecilku (Bagian 3/Habis) : Sawah Berganti Bandara, Mal, Real Estate

Masa Kecilku di Kampung
Bandara Internasional Sultan Hasanuddin (ist)
Ditulis oleh Bu Guru Siti

Kebun dan sawah yang dulu luas dan ditanami oleh berbagai tanaman, sudah berganti bandara baru yakni Bandar Udara (Bandara) Internasional Sultan Hasanuddin beserta landasan pacu pesawat (run away) berikut hanggarnya. Bandara dan pusat perbelanjaan telah mengubah semuanya.

Pada tulisan sebelumnya (bagian ke-2), Saya sudah ceritakan bagaimana ayah kami, ternyata selama ini mengidap penyakit kanker otak, dan beliau tidak pernah bercerita tentang riwayat penyakitnya itu. Kebahagiaan yang selama ini kami nikmati bersama, tiba-tiba hilang.

Pada tulisan kali ini, saya mencoba mengingat lagi ketika mulai dibangun bandara dan pusat perbelanjaan di lahan persawahan warisan kakek-nenek kami. Dari pembebasan lahan bandara inilah, telah mengubah semuanya. Termasuk keluarga kami.

Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang baru misalnya, dulunya adalah bekas sawah dan kebun. Bandara Hasanuddin dibangun pada tahun 1935 oleh Pemerintah Hindia Belanda, dengan nama Kadieng Terbar Field dan terletak sekitar 22 kilometer dari Utara Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Masa Kecilku di Kampung

Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar di Kab Maros Sulsel, dalam pembangunan berbentuk kupu-kupu (foto ist)

Seperti dikutip dari www.hasanuddin-airport.co.id edisi Senin 29 Agustus 2016 disebutkan bahwa pada tahun 1955 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara memperpanjang landasan pacu dan berganti nama menjadi Bandara Air Mandai. Tahun 1980 Pelabuhan Udara Mandai berubah nama menjadi Bandara Embarkasi-Debarkasi Haji. Tahun 1985 berubah nama menjadi Bandara Hasanuddin.

Pada tanggal 3 Maret 1987 pengelolaan Bandara Hasanuddin dipindahkan dari Direktorat Jenderal Transportasi udara ke Perum Angkasa Pura I. Tanggal 30 Oktober 1994, Bandara Hasanuddin berubah lagi menjadi Bandara Udara Internasional sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan KM Nomor 61/ 1994.

Pada tanggal 7 Januari 1995 diresmikan oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan yang ditandai dengan penerbangan oleh Malaysia Airlines langsung dari Kuala Lumpur ke Bandara Hasanuddin Makassar, kemudian diikuti dengan Silk Air penerbangan yang menghubungkan Singapura dengan Hasanuddin.

MASA KECILKU DI KAMPUNG

Secara kebetulan saat pulang kampung dan berenang di kompek Lanud Hasanuddin, kami bertemu dengan salah seorang pilot pesawat tempur Sukhoi (paling kiri) di Makassar (foto dok pribadi)

Sejak tahun 1990, Bandara Hasanuddin juga digunakan sebagai embarkasi/ debarkasi langsung dari ziarah ke Jeddah pp. Bandar Udara Internasional Hasanuddin sejak tahun 2006 juga melayani pengendalian lalu lintas penerbangan wilayah Timur Indonesia, yang meliputi wilayah udara bagian barat Kalimantan sampai ke perbatasan wilayah udara Australia ke selatan ke perbatasan wilayah Filipina.

Pada tanggal 20 Agustus 2008 terminal baru Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar mulai beroperasi, memiliki luas terminal 5 kali lebih besar dari yang lama dan dapat menampung sebagian besar jenis pesawat Boeing 747.

Bandara baru ini dilengkapi dengan fasilitas terbaik di antaranya landasan pacu 3100 meter, 6 buah garbarat, terminar penumpang yang dapat menampung 7 juta penumpang pertahun dan parkir kendaraan bermotor untuk 1100 mobil dan 400 motor.

Masa Kecilku

Rumah dinas ayah yang pernah kami tempati di masa kecil, kini masih ada dijadikan kantin (foto dok pribadi)

PERSAWAHAN BEROBAH JADI REAL ESTATE DAN MALL

Begitupun dengan persawahan di sekitar tempat tinggal kami di Balai Pembibitan Pertanian, tersita oleh perumahan real estate dan pusat perbelanjaan Citra, yang sangat lengkap menyediakan kebutuhan sehari-hari.

Mulai dari kebutuhan sembako sampai dengan berbagai aneka makanan dan masakan yang sudah siap saji. Pusat atau sentra berbagai ATM. Tempat parkir mulai dari kendaraan beroda dua sampai dengan kendaraan beroda empat.

Masa Kecilku di Kampung

Jalan menuju Asrama Haji Sudiang Makassar, tak jauh dari rumah peninggalan orang tua (foto Nur Terbit)

Setelah berubah jadi perumahan real estate dan areal perbelanjaan, yang tertinggal hanyalah sebuah pohon yang dulunya rindang dan pendek. Sekarang pohon tersebut sudah sangat tinggi dan sudah mulai kelihatan tua, yaitu pohon kapuk atau pohon randu.

Dulu semasa saya masih kecil, jika malam hari, kami membawa senter untuk melihat pohon kapuk dari bawah, apakah sudah ada kelelawar bergantungan.

Biasanya kami mengintip kelelawar yang sedang tidur dan bergelantungan di pohon kapuk. Kalau sudah kelihatan tidur dan bergelantungan, maka kami cepat-cepat mengambil ketapel lalu membidiknya dengan lontaran batu dari ketapel tersebut.

Masa Kecil di kampung

Obyek Wisata Bantimurung di Kabupaten Maros Sulsel, adalah andalan kami sekeluarga kalau rekreasi. Jaraknya sekitar 20 km dari rumah kami (foto dok Nur Terbit)

Kelelawar yang terkena sasaran, biasanya  terjatuh dan seketika itu juga kami bisa menguliti dan membakar lalu makan bersama-sama. Wah…cukup menyenangkan.

Jika ada pohon kapuk yang pendek, kami juga jadikan sebagai tempat bermain, tempat memanjat serta tempat bermain ayunan di siang hari.

Jika berbuah dan sudah tua, biasanya buah kapuk terbelah. Dan kalau ditiup angin, itu kapuknya terbang ke sana ke mari mengikuti arus angin. Dan kami pun kemudian berlari-lari ke sana ke mari mengejar kapuk yang terbang tersebut.

Sungguh masa kecil yang sangat indah dan menyenangkan.

Jalan-jalan yang dulu sepi dan lebih banyak hanya pematang sawah dan jalan setapak menuju perkebunan, kini sudah penuh dengan kendaraan bermotor, terutama jalan perlintasan menuju lokasi yang dulunya adalah tempat memetik jeruk jika sudah panen.

Tempat di mana kami menggali tanah dengan memakai kayu kecil untuk menemukan ubi jalar atau ubi rambat. Jika sudah dapat, kami menyimpannya dan menunggu malam hari tiba.

Biasanya saya bertanya sama teman-teman yang juga merupakan tetangga depan rumah kami. “Sudah dapat ubi apa belum? Kalau sudah dapat, ubinya yuk kita bakar”.

Lalu kami pun membuat api unggun jika malam hari dan membakar ubi jalar tersebut serta memakannya secara beramai-ramai. Rasanya sungguh nikmat.

Benar-benar zaman telah bergeser. Dulu anak-anak jika sore hari banyak bermain di sawah sambil menggembala kerbaunya. Sekarang anak-anak tersebut hampir seluruhnya setiap harinya sudah berganti mainan baru yang lebih kekinian yakni dengan mainan gadgetnya. Kehidupan yang lama telah menyeret ke kehidupan yang baru.

MASA KECILKU DI KAMPUNG

KUMPULKELUARGA DI MAKASSAR. moment terindah setiap kali berkesempatan pulang kampung lebaran (dok pribadi)

Suasana sore hari itu telah membawa lamunanku jauh menerawang kembali ke masa 55 tahun yang lalu.

Lamunanku itu telah mengingatkanku pada pohon kapuk atau pohon randu yang masih berdiri tegak lurus, yang sampai saat ini masih berdiri diam sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.

Ah, andai bisa kembali ke masa silam? rasanya saya ingin kembali ke masa kecil yang menyenangkan itu.

Tapi tentu itu mustahil. Semua pengalaman masa kecil di kampung menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan ini selanjutnya.

MASA KECIL DI KAMPUNG

Sekalipun berada di rantau, lidah Makassar terkadang tetap mencari makanan daerah. Berfoto bersama suami di salah satu Mal di Kota Bekasi (foto dok pribadi)

Alhamdulillah saya bersyukur, di perantauan saya merenda masa depan bersama suami, anak, mantu dan cucu.

Masa Kecilku di Kampung

Keluarga kecilku. Bersama suami, anak, mantu dan cucu (foto dok pribadi)

Juga melewati hari-hari tua sebagai ibu rumah tangga yang kemudian mencoba menjalani profesi tambahan di luar rumah. Sebagai guru dan dosen seperti dalam artikel di bawah ini tentang kesibukan saya sehari sekarang ini :

Pengalaman Sebagai Guru yang Berangkat dari Ibu Rumah Tangga Biasa

Kisah Ajaib Ketika Dinyatakan Pemenang Lomba Menulis

Yuk Belajar Reportase Gaya Blogger

Ya saya berharap semoga kisah masa kecil di kampung ini bisa bermanfaat, terutama bermanfaat pada diri pribadi saya karena nanti bisa dibaca oleh anak cucu. Bahwa inilah jejak digital orang tua dan neneknya (HABIS).

Bekasi, 29 Agustus 2016,

Sitti Rabiah 

Masa kecilku di kampung

Naik becak di Surabaya ketika kapal laut yang kami tumpangi dari Makassar – Jakarta i sandar di pelabuhan Tanjug Perak. Ini gaya bulan madu kami cihuy (foto dok Nur Terbit)

Berwisata keluarga ke Air Terjun Bantimurung Kabupaten Maros Sulsel (dok pribadi)

Berwisata keluarga ke Air Terjun Bantimurung Kabupaten Maros Sulsel (dok pribadi)

MASA KECILKU DI KAMPUNG

Pulang kampung mengantar putra sulung untuk dikhitan (disunat), hadir mertua ditemani dua cucunya (foto dok pribadi)

MASA KECIL DI KAMPUNG

TOURING KELUARGA naik motor ke Binanga Sangkara, Kec Lau, Kab Maros (foto dok pribadi)

masa kecilku di kampung

Kelihatan RUSUH ya fotonya? Inilah situasi saat bersama keluarga rekreasi ke Bantimurung Maros (foto dok keluarga)

Tentang Penulis

Bu Guru Siti

Seorang ibu, juga seorang guru yang berusaha semaksimal mungkin mendedikasikan diri untuk mendidik putera-puteri Indonesia sepenuh hati dan menjaga sepenuh jiwa.

Berikan sebuah komentar