Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jum’at 11 Nopember 2016 yang lalu,mengundang 30 blogger untuk diskusi tentang Kebijakan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta.
Hadir dalam bincang-bincang ini Dr. Ir. Darda Daraba, M.Si sebagai Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Ir. Lazuardi Nurdin, Ketua Umum Asosiasi Ahli K3 Konstruksi Indonesia.Tema yang dibahas adalah “Mendorong Peran Swasta Dalam Pembangunan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat”.
Darda Daraba mengatakan bahwa ada 2 (dua) faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Konstruksi yang biasa terjadi pada pekerja yaitu:
- Perilaku yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja (unsafe action). Contohnya:
– Tidak melaksanakan prosedur kerja yang baik.
– Mengerjakan pekerjaan tidak sesuai dengan skill/ keterampilan.
– Bekerja sambil bercanda.
– Membuang sampah sembarangan.
- Kondisi tidak aman (unsafe condition). Contohnya:
– Alat Pelindung Diri (APD) tidak sesuai dengan standar.
– Tempat kerja yang bising.
– Tempat kerja yang tidak memenuhi standar keselamatan, kesehatan kerja.
Darda Daraba juga mengatakan bahwa, efek jika terjadi kecelakaan kerja itu yaitu:
- Biaya kecelakaan kerja meningkat (Cost Over Run)
- Pekerjaan Delay atau tertunda (Project Delay)
- Biaya pelaksanaan meningkat disebabkan aspek kemanusiaan karena cidera atau mengakibatkan kematian (Human Aspect: Injury, Fatality).
Contoh kasus kegagalan konstruksi dan kecelakaan kerja yaitu:
- Runtuhnya Grogol Flay Over Jakarta.
- Runtuhnya Crane di Pacific Place-SCBD Jakarta
- Runtuhnya Rukan Samarinda Kaltim
- Jatuhnya Girder Jembatan Banyumulek 2 Lombok NTB.
Begitulah penjelasan teknis dari Darda Daraba di atas. Untuk beberapa saat kening para blogger terlihat berkerut. Antara “nyambung” dengan “bengong”. Apalagi ditambah dengan suana ruangan yang sangat dingin karena volume AC yang kencang.
Namun suasana langsung berubah “panas” dan ramai pada sesi tanya jawab. Mereka sangat antusias mengajukan pertanyaan, sampai-sampai moderator harus membagi tiga sesi agar semua mendapat kesempatan bertanya.
Nah dalam tanya jawab bersama para blogger itulah, muncul pertanyaan dari yang serius hingga lucu dari para anggota komunitas penulis blog tersebut. Ada yang menanyakan bagaimana pola pemberian pelatihan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) bagi pekerja konstruksi, apa sanksi bagi perusahaan yang melanggar atau “nakal” tidak memberi fasilitas K3 bagi pekerjanya?
Darda Daraba mengatakan K3 wajib disosialisasikan secara terus menerus kepada setiap unit kerja dan mitra kerja. Hal ini tercantum dalam Peraturan Perundangan K3. Beliau juga mengatakan bahwa Hak dan Kewajiban kerja itu ada dalam 7 Butir Kebijakan, yaitu:
- Memastikan bahwa semua peraturan perundangan tentang K3 sudah ditegakkan secara konsisten oleh semua pihak.
- Memastika bahwa K3 menjadi nilai utama pada penyelenggaraan kegiatan.
- Memastikan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas K3 pada masing-masing orang yang terkait dan yang berada disekitarnya.
- Memastikan bahwa semua potensi bahaya di setiap pekerjaan baik yang terkait dengan tempat, alat maupun proses kerja telah diidentifikasi, dianalisa dan dikendalikan secara efesien dan efektif guna mencegah kecelakaan dan sakit akibat kerja.
- Memastikan bahwa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) guna mengeliminasi dan mengurangi serta menghindari resiko kecelakaan dan sakit akibat kerja.
- Memastikan bahwa peningkatan kapasitas K3 para pejabat dan pegawai sehingga Berkompeten menerapkan SMK3 di lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum (PU) dan Perumahan Rakyat (PR).
- Memastikan bahwa kebijakan K3 ini disosialisasikan dan diterapkan oleh para pejabat Pegawai dan mitra kerja Departemen PU dan PR.
Diharapkan dengan adanya 7 (tujuh) butir Hak dan Kewajiban para pekerja di lingkungan Kemetrian PUPR, tidak ada lagi kasus kecelakaan kerja konstruksi sehingga dalam pelaksanaan pembangunan berdaya saing tinggi dan berhasil guna tanpa kecelakaan kerja (Zero Accident).
Sementara Ir. Lazuardi Nurdin, membahas tentang Upaya Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Bebas Dari Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. Beliau juga menegaskan bahwa sebagai Ketua Umum Asosiasi Ahli K3 Konstruksi Indonesia (A2K4-I) sering menyelenggarakan pelatihan Ahli K3 Konstruksi bagi anggotanya dan para kontraktor sebagai pihak penyedia jasa.
“Perusahaan penyedia jasa diwajibkan bagi tenaga kerjanya mempunyai kompetensi Ahli K3 Konstruksi, minimal pendidikan D3 Teknik”, kata Nurdin. Semua ini sudah diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri PU No. 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi bidang PU.
Beliau juga mengatakan bahwa selama ini yang banyak disinggung atau yang banyak dibahas tentang kecelakaannya, namun masalah kesehatannya masih kurang. Dan juga dikatakannya bahwa, “Sistem Pengawasan K3 kita di Indonesia ini, masih lemah”. Untuk itulah ada Hak dan Kewajiban kerja yang tertuang di dalam 7 (tujuh) butir kebijakan dalam Peraturan Perundangan K3”.
Dengan adanya 7 (tujuh) butir kebijakan dalam Peraturan Perundangan K3, dan Permen PU ini, diharapkan kasus kecelakaan kerja konstruksi seperti disebutkan di atas, bisa dihindari sehingga berhasil guna tanpa kecelakaan/ zero accident. Jadikanlah ungkapan “Savety My Life” sebagai pegangan dalam bekerja di bidang konstruksi. (Bunda Sitti Rabiah)